Madagaskar: Reaksi Para Bloger Terhadap Aksi Bentrokan Sabtu Berdarah

Situasi kini semakin tak mengenakan, semenjak aksi huru-hara serta penjarahan yang telah mengakibatkan 50 korban meninggal di Madagaskar tanggal 26 Januari lalu. Hari Sabtu 7 Februari ditandai peristiwa yang lebih berdarah. Dinamakan “Sabtu Merah” oleh sekelompok warga Madagaskar, di hari itu terjadi aksi penembakan para demonstran yang berkumpul di luar istana negara Ambohitsirohitra oleh garda kepresidenan.

Sekelompok demonstran berjalan ke arah istana negara, tempat dimana mereka ingin tempatkan Monja Roindefo. Roindenfo, yang semakin mendekati jabatan “Perdana Menteri” setelah dirinya ditunjuk oleh Andry Rajoelina — Gubernur ibukota negara yang kini mengangkat dirinya “Presiden”. Protes telah berlangsung sejak bulan Desember lalu semenjak stasiun TV milik gubernur Rajoelina ditutup paksa oleh pemerintah (presiden) Ravalomanana. Protes-protes yang berawal di bulan Desember tersebut menjadi semakin brutal, akhirnya meluas kearah aksi penjarahan, huru-hara, dan tuntutan pengunduran diri Presiden Ravalomanana dari para pendukung Rajoelina.

Ando Ratovonirina, 26 tahun, cameraman untuk stasiun TV RTA turut menjadi korban “Sabtu Merah” kemarin. Dia tidak asing dengan tim Global Voices Malagasy. Ratovonirina didelegasikan oleh FOKO, salah satu grantee program GV Rising Voices, untuk menceritakan kejadian dari lapangan di ibukota Antananarivo.

Ando

Para bloger menuliskan reaksi keras terhadap pemberitaan media, mereka berjuang untuk memahami situasi macam apakah yang dihadapi warga Malagasi sehingga mereka terpecah belah, satu menyerang yang lainnya. Para bloger mendiskusikan siapa yang akhirnya harus bertanggung jawab untuk peristiwa pembantaian ini: pihak yang menghasut dan memimpin demonstran menuju istana kepresidenan, meski tahu konsekuensi bagi mereka yang melampaui “zona merah” dan tahu fakta bahwa prajurit memiliki kebebasan untuk menembak siapapun yang berani melewati “zona merah”, guna menciptakan “martir” untuk aksi protes yang mulai kehabisan napas; atau pihak yang memberi perintah menembak dipersalahkan.

“Pour provoquer la sortie de l’impasse créée par une auto-proclamation, les tenants de la prise de pouvoir insurrectionnelle emmènent la foule marcher sur un Palais présidentiel. Classés zones rouges, ces bâtiments sont protégés par un régime de protection spéciale qui expose les contrevenants au pire.
Quel que soit le Président en fonction, quel que soit le Palais concerné, quel que soit l’opposant qui mène la foule, quelle que soit la cause à défendre, quels que soient les militaires, les règles sont immuables : on ne peut impunément pénétrer dans un Palais d’Etat.”

“ Guna memperkuat aksi pernyataan sepihak pemindahan tampuk kekuasaan, para pendukung pemberontakan memimpin warga menuju istana kepresidenan. Istana kepresidenan termasuk kategori “zona merah” oleh sebab itu memiliki status khusus dan dikelilingi oleh korps penjaga khusus yang diberikan perintah untuk memberantas (dengan cara apapun) tiap rencana pembobolan.
Siapapun yang berkuasa, bangunan manapun yang disebut Istana Kepresidenan, siapapun yang memimpin aksi demonstrasi tersebut, apapun tujuan yang harus diperjuangkan, prajurit manapun yang terlibat, peraturan tidak dapat diubah: tak seorangpun dibenarkan membobol Istana negara tanpa memperoleh hukuman.”

Solofo, Avylavitra dan Barijaon adalah saksi mata.

Solofo memuat foto-foto sebelum dan sesudah penembakan dan mengajak pembaca blog untuk mengamati seorang pria di dalam foto yang menggunakan dasi berwarna abu-abu dan jas hitam. Pria tersebut juga muncul di dalam video yang dimuat dalam topmada.com.

Hitifitra hono izy… Tsy misy vahoaka mihemotra izany eo.”

“Mereka bilang bahwa mereka akan menembak.. tapi demonstran tidak akan mundur.”

Barijaona :

“J'étais persuadé que tout avait été négocié à l'avance, que la foule resterait gentiment à distance, que seule une petite délégation entrerait à l'intérieur des grilles du palais et que c'est cette délégation qui demanderait ensuite à la foule de se disperser.
J'étais trop loin pour savoir ce qui s'est passé dans la foule peu avant que le cordon de sécurité ne lâche. Si un responsable du mouvement a laissé entendre qu'on pouvait “y aller”, sa responsabilité est énorme.
Je ne peux parler que de ce que j'ai vu et entendu de mes propres yeux, mais ai trouvé étonnant que Andry Rajoelina et Monja Roindefo soient restés à l'écart des délégations négociant l'entrée dans les grilles du palais.”

“Awalnya aku yakin bahwa semua telah dinegosiasikan, bahwa demonstran akan berdiri pada jarak aman, dan hanya akan ada delegasi kecil yang akan masuk ke dalam istana negara, dan bahwa delegasi ini akan kembali kepada para demonstran dan meminta mereka membubarkan diri. Aku berdiri terlalu jauh dari massa sebelum palang penjagaan dibuka. Jika salah satu pemimpin demonstrasi lalai mengingatkan massa akan risiko besar bagi pelanggar, maka pemimpin demo ini jelas telah melakukan kesalahan besar.

Aku hanya dapat menceritakan hal yang kulihat dan kudengar dengan mata kepalaku sendiri, namun menurutku, sungguh luar biasa mengejutkan bahwa Andry Rajoelina dan Monja Roindefo tidak berada diantara para delegasi yang bernegosiasikan kesempatan untuk melewati pos penjaga istana negara.”

Avylavitra bertanya-tanya apabila hukum tidak berarti apapun disaat-saat seperti ini:

“Satria tokoa mantsy na aiza na aiza, dia ny vahoaka no tompon’ny fahefana fa mpindrana fotsiny ny mpitondra. Ka raha vahoaka haka izay nampindraminy no andraisana azy ireo, tsy ho azo natao ve ny nifampiresaka taminy? Raha ny fandraisako azy mants (tsy asiko firehana an!), dia rehefa tonga amin’ny fara-tampony toy izao ny fitakian’ny vahoaka, dia efa lasa ambonin’ny lalàna rehetra izany fitakiana izany, ka mihisaka maka zoron-trano daholo aloha na ny Lalampanorenana, na ny hafa. Diso ve aho? Raha eny, mba hazavao ny saiko.”

“Karena dinegara manapun, kekuatan merupakan milik rakyat, presiden hanyalah peminjam kekuatan tersebut. Jadi, apabila rakyat mau mengambil kembali mandat yang mereka pinjamkan, bagaimana mungkin bila rakyat tidak diperbolehkan bernegosiasi dengan penguasa? Sepengetahuanku (dan aku tak bermaksud membela pihak manapun!), jika rakyat meminta hingga sedemikian ekstrim, harusnya aksi mereka dipandang lebih kuat dibanding hukum manapun, konstitusi maupun peraturan harusnya duduk di peringkat kedua. Salahkah yang kukatakan? Jika aku salah, tolong, beri aku penjelasan.”

Dia menulis pengalamannya ketika mengunjungi mereka yang terluka dan meninggal di HJRA dan memuat foto-foto berikut. (Hati-hati! Foto-foto ini amat gamblang, eksplisit)

Tsy nitsahatra ny fivezivezen’ireo taxi sy fiaran’olon-tsotra ary fiara mpamonjy voina hatramin’ny fito ora hariva (19h) nialako teny amin’ny HJRA androany. Noho ny fahafenoan’ny toerana tao amin’ny tranom-paty dia nisy tamin’ireo razana no napetraka teny ambony bozaka teo an-tokontany aloha mandra-pandamina ny tao anatiny. Be ireo olona tsara sitrapo no namonjy hainga ny HJRA mba hanone maimaim-poana ny rany ho vonjy aina. Hatramin’ny karana aza dia tonga teny. Nanontany azy ireo aho ny amin’ny antony nahatongavany teny hanome rà. Sao mba misy havany marary ao. Rehefa tonga tety tokoa mantsy ka natao ny fanisana faramparany azoko natao talohan’ny nialako ny hopitaly dia dimampolo latsaka ny maty voatifitra. Ny naratra moa dia miditra isaky ny minitra angamba. Misy ny afaka nalefa nody fa ratra vokatry ny fifanosehana kely, fa nisy ireo nojerem-potsiny fa tsy nisy azo natao aminy intsony, nefa tsy vitan’ireo mpitsabo koa ny tonga dia hanatitra olona miala aina ho any amin’ny tranom-paty avy hatrany.

Taksi, mobil-mobil pribadi dan ambulan bergantian menuju RS HJRA saat kutinggalkan tempat tersebut pada pukul 19.00. Permintaan tempat di kamar jenazah begitu membludak, sehingga sejumlah jenazah harus ditempatkan di rumput di luar kamar jenazah hingga ada tempat tersedia. Banyak yang merelakan darahnya untuk menyelamatkan sesama. Bahkan para Karana (catatan: warga Madagaskar keturunan India atau Pakistan) datang ke RS untuk menyumbangkan darah mereka. Aku bertanya pada mereka akan maksud dan tujuan mereka ke RS, apakah mereka memiliki sanak keluarga diantara korban. Laporan terakhir mengindikasikan tak kurang dari 50 demonstran tewas. Mereka yang terluka bermunculan di RS tiap menitnya. Beberapa dari mereka diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing karena luka mereka tidak terlalu serius, namun untuk sebagian orang tak ada lagi yang dapat dilakukan, tim penyelamat hanya mampu mengirimkan tambahan jenazah korban ke kamar jenazah.

Dia juga melaporkan reaksi warga di radio:

“Ireo onjam-peo izay henoina amin’izao ora izao dia mikiaka valifaty noho ny rà latsaka , ary mitaky ny fisamborana an-dRavalomanana daholo izay antso an-tarobia tafiditra. Miantso tody ihany koa ho amin’ny taranak’ingahy Ravalomanana, ary misy mihitsy aza ny midradradra ny amin’ny hisamborana sy hamonoana azy.”

“Beberapa stasiun radio yang kudengarkan menyiratkan aksi balas dendam untuk kejadian berdarah ini, dan memancarkan suara warga yang menelpon agar Ravalomanana segera ditangkap. Mereka mengharapkan karma buruk bagi keturunan Ravalomanana dan sebagian penelpon mengungkapkan harapan agar dia ditangkap dan dieksekusi.”

Jentilisa menulis tentang reaksi langsung di jalan di saat dan paska peristiwa penembakan. Avylavitra juga mengungkapkan reaksinya serta kesaksiannya tentang adanya oportunis yang kembali memulai kerusuhan dan penjarahan:

“Ny nahavariana, teny Soarano indrindra aho no nandre ny tifitra voalohany, fa nikoropaka avokoa na dia ny olona tany aza. Samy nandositra avokoa na ny mandeha an-tongotra na ny mpitondra fiarakodia ka nisy ny tsy nahatandri-tena intsony ka nodonin'ny fiara izay nanavotr'aina ihany koa. Mafy dia mafy ny nahazo ilay ramatoa voadona… Tsitapitapitr'izay fa nikatona avokoa ny toeram-pivarotana rehetra. Maro tamin'ny mpivarotra amoron-dalana no nanangona ny entany. Tsy niala tamin'ny toerany kosa anefa ny atsasaky ny mpivarotra teny Isotry (tsena ny andro Asabotsy) izay mihevitra fa tsy hanenjika olona hatreny kosa ny mpitandro ny filaminana. Nahare poa-basy koa ny teny Besarety, nahavariana ihany io raha ny halavitry ny toerana no heverina, hay saiky hisy hamaky avy hatrany indray ny shoprite teo Ambodivona izay tsy vaky nandritra ny andron'ny talata 27 janoary 2009. (…)
Nitantara mivantana avokoa manko ny ankamaroan'ny fampielezam-peo tamin'ity vanim-potoana “lehibe” ity… ka maro tamin'ireo tsy mankasitraka ny tolona no efa mitaintaina nahatonona mihitsy hoe “tifiro! tifiro amin'izay!” ary mba nahatonona koa izy ireo hoe “ela loatra koa izy izany!”. Malahelo aho milaza aminareo fa maro tamin'ireo izay tsy niomana ho eny, no nahasahy nilaza mihitsy hoe “nahazo izay notadiaviny izy izany!” ka toa tsy antra fo tamin'izay niharam-pahavoazana mihitsy aza. Ny mpankasitraka ny tolona sy izay nankeny Ambohitsorohitra kosa (ny teny Isotry no tena nohenoiko) dia mamerimberina hatrany fa “ny mpikarama an'ady” (ilay laingalainga nafafy hatry ny ela) no nitifitra fa tsy nisy Malagasy nitifitra izany. Maro tamin'izy ireo no nanozona ny filoha Ravalomanana sy nilaza azy ho mpamono olona. Inona koa? ny filoha Ravalomanana sy ny Praiminisitra no naneho voalohany ny fiaraha-miory sahady… fa i Andry Rajoelina kosa tamin'ny 18:30 vao nanao izany sady “nitomany” nanameloka an-dRavalomanana ho tompon'andraikitra amin'izao vono-olona izao. “

“Aku berada di Soarano ketika tembakan pertama terdengar, bahkan di sana warga turut panik. Para pejalan kaki dan pengendara mobil berusaha melarikan diri dan lalai memperhatikan jalan, hingga menabrak salah seorang pejalan kaki. Kondisi perempuyan itu sungguh buruk.. Toko-toko sontak tutup. Pedagang kaki lima cepat-cepat mengumpulkan barang jualan mereka. Hanya separuh jumlah pedagang di Isotry yang tetap berjualan (hari Sabtu merupakan saat mereka berjualan), karena pikir mereka, polisi tidak akan mengejar demonstran hingga jauh. Kami juga mendengar suara tembakan di Besarety, sungguh mengejutkan, karena tempat itu jauh dari istana negara, sejumlah penjarah mulai beraksi di toko Shoprite Ambodivona, salah satu toko kelontong yang dijarah 21 Januari lalu. (…)

Hampir semua stasiun radio melaporkan kejadian “luar biasa” ini secara langsung.. dan banyak dari mereka yang tidak turut serta dalam aksi demonstrasi berseru “tembak! tembak sekarang!” dan sebagian lain mengungkapkan ketidak sabaran mereka “ini sudah terlalu lama berlangsung!”. Aku sedih untuk menceritakan bahwa mereka yang tak berjalan menuju istana berani mengatakan “orang-orang itu menerima apa yang layak mereka terima!” seakan-akan tidak bersimpati pada korban yang berjatuhan. Para pengikut pemberontakan dan mereka yang berjalan menuju Ambohitsirohitra (aku juga mendengar kabar dari mereka yang di Isotry) mengulangi kesempatan (menyebar kabar burung) dengqn mengatakan bahwa warga Malagasi tidak pernah memulai tembakan. Banyak orang mengutuk presiden Ravalomanana sebagai pembunuh. Apa lagi? Presiden dan PM adalah yang pertama mengungkapkan belasungkawa mereka… Andry Rajoelina menunda komentarnya hingga pukul 18.30, lalu “menangis”, seraya mengutuk dan menuding Ravalomanana sebagai yang bertanggung jawab untuk peristiwa berdarah ini.”

Jentilisa juga menganalisis akan adanya 2 hasil dari demonstrasi hari Sabtu, setelah Andry Rajoelina mengangkat Monja Roindefo sebagai “PM” pemerintahannya:

“Tranga roa no tsy maintsy hitranga nanomboka ny tolakandro ka efa tafakatra teny Antaninarenina amin'izay ireo olona (miala tsiny mivantambantana miteny hoe ny avy any ambany tanàna no tena maro an'isa tamin'ny fitarihana sy fialohavana teny ampilaharana tonga teny Antaninarenina): Na mitifitra ny mpitandro ny filaminana na may Ambohitsorohitra, ireo ihany, tsy misy hafa. Raha nanaiky ny hidiran'ny vahoaka ny lapan'Ambohitsorohitra ny miaramila tao anatiny dia mivandravandra fa tsy mifehy ny tafika intsony ny filoha Ravalomanana ka tsara ho azy ny miala ny toerany avy hatrany. Ny olona koa etsy andaniny efa mihorakoraka ny “ela loatra” ary tsy maintsy handroso (”jusqu'à la mort” hoy ny tarigetran'ny mpanohana ny TGV izay). Ny zavatra nahavariana dia tsy niakatra nankeny Antaninarenina mihitsy i Andry fa ny lalana mody ny azy no nasiany olona, noho izany dia ny Jly Dolin Rasolosoa no tena nandrindra ny fihetsiketsehana rehetra sy ny fifampiresahana tamin'ny mpitandro ny filaminana. Ny “Praiminisitra” vao notendrena Monja Roindefo Zafitsimivalo kosa moa dia karazana kofehy manara-panjaitra ihany.”

“Dua kemungkinan yang dapat muncul ketika demonstran tiba di Antaninarenina [lokasi istana negara], dan aku mohon maaf untuk mengungkapkan dengan gamblang bahwa para demonstran membawa bersama mereka warga yang berasal dari lingkungan perumahan miskin: bisa jadi prajurit akan menembak, istana terbakar, satu diantara dua pilihan tersebut, tidak ada kemungkinan lainnya. Jika angkatan bersenjata membiarkan mereka memasuki istana negara Ambohitsirohitra, maka jelaslah sudah bahwa presiden Ravalomanana tidak lagi mampu mengontrol angkatan bersenjata, maka lebih baik jika dia mengundurkan diri segera.
Massa berseru “ini berlangsung terlalu lama” dan kita harus maju terus (“sampai mati” kata seorang pendukung TGV). Apa yang menurutku luar biasa adalah bahwa Andry tidak pergi ke Antaninarenina dan pulang ke rumah, maka Purnawirawan Jendral Dolin Rasolosoa yang mengatur massa dan memimpin perundingan dengan pihak militer. Monja Roindefo Zafitsimivalo, sang calon “Perdana Menteri” tak lebih dari sekedar pengikut.”

POV, kartunis, mereka-reka apa yang membuat massa tergesa untuk berjalan kearah prajurit:

“Puis les coups de feu ont éclaté. Les enquêtes démontreront peut-être ce qui s’est passé. Je doute que ceux qui étaient en première ligne allaient se ruer sur une rangée de soldats prêts à tirer. Je soupçonne que la pression de la foule en arrière les a poussés à faire un pas trop loin, vers la zone sécurisée.”

“Lalu, tembakan terjadi. Investigasi menceritakan apa yang mungkin terjadi. Aku meragukan bahwa mereka yang berada di garis depan tetap bernafsu mengarahkan diri ke hadapan sejumlah prajurit yang siap menembak. Aku curiga akan adanya dorongan dari belakang yang membuat mereka yang didepan tak henti maju hingga zona yang diamankan.”

POV mengutuk aksi Andry Rajoelina:

“En lâchant sa foule sur le palais présidentiel, il a su (et espéré ?) qu’il y aurait certainement de la casse. Tel un général sur le champ de bataille, il se tient en retrait, observant les manœuvres de sa troupe, dirigée par ses lieutenants.
De tous les endroits où il pouvait envoyer sa horde, il a choisi le palais présidentiel. Symbolique, certes, mais c’est également une zone rouge – un site où les gardes sont autorisées, voire tenues d’ouvrir le feu sur ceux qui outrepassent les limites. Il a galvanisé la foule de rhétoriques du genre « entrez-y, le palais présidentiel appartient au peuple ! » Selon des témoignages, les gens ont d’abord flotté autour du site. Des pourparlers étaient en cours entre les lieutenants de Andry Rajoelina et les chefs de la garde présidentielle.”

“Dengan mengerahkan masa ke istana negara, dia paham (juga berharap?) bahwa akan ada kekalutan.
Bak jendral di pertempuran, dia tinggal di tempat aman, mengamati pergerakan serdadunya, yang dipimpin oleh para letnannya. banyak tempat yang bisa dia pilih untuk mengirim massanya, dia pilih istana negara. Yang merupakan simbol, tentunya, juga yang sudah pasti adalah zona merah — tempat yang dijaga serdadu bersenjata yang diberikan otoritas, bahkan diwajibkan, untuk melepas tembakan saat adanya pelanggaran batas. Dia bahkan berseru pada masyarakan dengan retorika “Masuk, istana kepresidenan adalah milik rakyat!” Menurut saksi, mereka yang pertama masuk ke dalam istana. Negosiasi terjadi antara letnan yang diutus Andry Rajoelina dan pimpinan korps penjaga presiden.”

News2Dago melaporkan kembali kolom yang ditulis Valiavo Nasolo Andriamihaja, yang menduga-duga apakah Presiden Ravalomanana masih berkuasa, dan menyerukan presiden untuk segera mundur jika betul dia kehilangan kuasa:

“Impiry impiry, hatramin’ny nanombohan’izao raharaha izao, no nitsangana sy niteny ny olona maro sady tsy momba ny atsy no tsy momba ny aroa : «mampidi-kizo izao fiziriziriana izao, tsy maintsy ny resaka no vaha-olana». Tsy misy nihaino isika.(…)
Ilay Filoham-pirenena, tsy hita, tsy nandrenesam-peo, mahabe ahiahy ny olon-tsotra manara-dalàna sady tsy tia korontana. Raha mba miteny indray, lavitra loatra, toa zary miafina, sanatria toa efa lositra. Fa Fanjakana inona loatra ity eto amintsika ity ? Tompon’andraikitra amin’ny haja sy voninahitra fotsiny fa mialangalana rehefa misy fahasahiranana ? Ianao ihany, Ravalomanana, no nihomehy ilay mpiandry omby miandry omby tokana : «tsy fantatra intsony, hoy ianao, iza no sefo, izy sa ilay omby». Mbola sefo ve ianao, Ravalomanana ?”

“Berulang kali, sejak awal insiden, sejumlah besar rakyat non partisan mengatakan: “pergolakkan ini akan berakhir dengan kekacauan luar biasa, hanya dialog satu-satunya jalan keluar”. Tak satupun mendengar. (…) Sang Presiden, menjadikan diri kasat mata, tak terdengar, tak mampu memberikan kepastian bagi rakyat banyak yang patuh hukum dan membenci pergolakan. Ketika presiden angkat bicara, dia tampak begitu menjauhkan diri, seakan-akan bersembunyi, nyaris terlenyap. Pemerintah macam apa ini? Apakah pemerintah hanya berkuasa dalam hal hormat dan harga diri, namun tak kuasa menghadapi krisis? Kamulah, Ravalomanana, yang tertawa pertama kali dihadapan gembala sapi yang menggembalakan sekelompok kecil hewan: “kau bilang, orang tak tahu lagi siapa sebenarnya yang lebih berkuasa, si gembala atau hewannya?” Apakah kamu masih memimpin, Ravalomanana?“

Perasaan serupa juga muncul pada blog Avylavitra:

“Maninona raha noraisina fotsiny ireo solo tenan’ny mpitokona dia nosamborina raha nilaina dia naparitaka fotsiny ny olona avy eo ? Raha tsy mandray andraikitra haingana ianao sy ny gouvernemantanao eny fa na amin kery aza raha ilaina hampandeha ny raharaha andava,andro dia tokony ary rariny raha mametra pialana ianao.”

“Mengapa para demonstran tidak ditangkap jika memang perlu, maka selanjutnya yang lain akan bubar? Jika kamu dan pemerintahanmu tidak ambil tindakan dengan segera, mungkin dengan kekerasan, untuk membenahi mandat, maka harusnya kau mengundurkan diri. ”

Mengenai isu yang beredar melalui stasiun VIVA dan Antsiva, suporter Andry Rajoelina, dan penjaga presiden yang mengatakan bahwa tidak ada peringatan sebelum penembakan terjadi dan rumor adanya demonstran yang membawa senjata api, Jentilisa mengomentari situasi tersebut dalam blog Avylavitra:

“Miarahaba anao rahalahy! Tamin’ny vaovao manokana navoakan’ny Tvplus voalohany indrindra tamin’ny Asabotsy dia nisy iny tovolahy naratran’ny bala tamin’ny tongony iny. Nisy nibata ilay zalahy io ka rehefa napetraka tamin’ny tany tao amin’ny toerana vonjimaika hitsaboana ilay zalahy dia nisy bala niraraka avy tamin’ilay olona sivily nibata io naratra io. Tsy niverina intsony ilay ampahantsary fa notapahina nandritra ny vaovao manokana hafa rehetra tamin’io andro io. Midika izany fa “nisy” nitondra fiadiana avy taty amin’ny vahoaka, izay nolazain’i Andry Rajoelina tamin’ny resaka nifanaovana tao amin’ny Viva TV androany, fa na nitondra fitaovam-piadiana aza ny vahoaka araka ny nambarany tsy tokony hamaly mihitsy ny mpitandro ny filaminana.”

“Aku salut! Ketika liputan istimewa berlangsung, terlintas gambar seorang pria dengan luka di kakinya.
Seseorang mengantarnya ke ruang gawat darurat agar dia dapat segera ditolong, dan mereka yang mengiringi korban meninggalkan pria itu di RS menjatuhkan bukti selongsong peluru di lantai. Gambar ini tidak magi ditayangkan, ini artinya memang benar adanya senjata api yang dibawa warga, bahkan Andry Rajoelina mengatakan kalaupun warga membawa senjata, prajurit tidak seharusnya membalas tembakan warga.”

Akhirnya, Lomelle dan Pakysse menuliskan penghormatan yang mengharukan bagi Ando, sang jurnalis yang kehilangan nyawa ketika meliput demonstrasi dan aksi penyerbuan Istana Negara.

Mulai Percakapan

Relawan, harap log masuk »

Petunjuk Baku

  • Seluruh komen terlebih dahulu ditelaah. Mohon tidak mengirim komentar lebih dari satu kali untuk menghindari diblok sebagai spam.
  • Harap hormati pengguna lain. Komentar yang tidak menunjukan tenggang rasa, menyinggung isu SARA, maupun dimaksudkan untuk menyerang pengguna lain akan ditolak.