Indonesia: Nasionalisme Daring

Dua ledakan yang terjadi Jumat lalu menandai berakhirnya kedamaian dan ketenangan di Indonesia. Senada dengan kecaman nasional terhadap serangan teror tersebut, kaum muda Indonesia juga menunjukkan semangat nasionalismenya secara daring (dalam jaringan, online).

Banyak orang Indonesia yang mengirimkan kicauan (tweet) seperti moto “kami tidak takut” melalui #indonesiaunite, sesuatu yang tidak berani diucapkan orang secara langsung, terutama setelah peristiwa-peristiwa peledakan beberapa tahun lalu. Berkat situs-situs mikroblog, kaum muda Indonesia dapat keluar dari belenggu ketakutan dan mengekspresikan diri dan opini mereka.

Pitra Satvika berkata:

Secara spontan, banyak pengguna Twitter, yang lalu diikuti pengguna Plurk dan Facebook, yang mengganti avatar mereka dengan bendera Merah Putih. Hashtag #indonesiaunite menjadi topik tren di Twitter (bahkan hingga saat ini ditulis).

[…]

Lalu apakah pernyataan moral melalui ranah social media ini bermanfaat? Jelas!!

Pertama, kita sebagai warga yang aktif di ranah daring bisa menunjukkan diri di hadapan dunia, kalau kita menolak aksi terorisme. Bahkan kita tidak akan takut terhadap mereka. Upaya para teroris yang (dari namanya saja sudah ketahuan) untuk menanamkan rasa teror di masyarakat sudah tidak mempan. Kita bisa menunjukkan kepada mereka kalau usaha mereka menakut-nakuti kita dan membuat kita lemah di mata dunia tidak mempan.

Kedua, masyarakat dunia tahu akan sikap perlawanan moral kita. Mereka bisa melihatnya melalui tren yang terjadi di Twitter dan Facebook Page. Mudah-mudahan dengan cara ini pula, akan membuat mereka tidak takut untuk datang ke negeri kita. Mereka juga tidak lalu asal mengecap negeri kita sebagai sarang terorisme. Untuk membantu mereka memahami, cobalah sesekali membuat tulisan dalam bahasa Inggris, agar mereka paham perlawanan kita dan sikap kita yang tidak takut akan terorisme.

Mudah-mudahan Indonesia Unite ini bisa benar-benar mempersatukan, setidaknya kalangan masyarakat daring. Mudah-mudahan juga para pemimpin kita tidak lagi berdebat dan beragumen tidak mutu, dan mengambil contoh kita. Kalau kita yang rakyatnya saja bisa bersatu dalam satu suara perlawanan, mengapa pemimpinnya tidak?

Pandji dan rekan-rekannya dari Jakarta Twitter User Group, mengirim suatu lagu ke YouTube “Kami Tidak Takut”.

Pada catatan Facebooknya, Timotius Christian mengatakan bahwa ada banyak alasan untuk memerangi aksi terorisme yang tak ada bedanya dengan tindakan pengecut.

Rasanya tak pernah saya mendengar seorang garong yang menggarong rumahnya sendiri. Tapi telah menjadi sebuah deviasi ketika pengebom membom negerinya sendiri.

[…] Di tanah Palestina, setelah sebuah bom meledak, akan ada pihak yang secara terbuka dan terus terang mengaku bertanggung jawab atas meledaknya bom di titik A pada jam sekian. Di sini? Harus diburu terlebih dahulu. Setelah tertangkap, apakah langsung mengakuinya? Atau malah melemparkan kesalahan ke Pencipta, yang diklaim sebagai yang menyuruhnya meledakkan bom tersebut dengan alasan ini dan itu?

Kalau memang membenci suatu negara asing tertentu, pergilah ke sana dan ledakkan di sana pula. Jangan di negeri ini. Jangan di negara sendiri. Hanya akan mencucurkan darah sesama anak bangsa. Lalu, apakah dengan demikian tercapai tujuan peledakan yang diinginkan?

Para narakicau (twitterer) Indonesia yang mendukung gerakan ini juga berbagi IndonesiaUnite twibbon.

Mulai Percakapan

Relawan, harap log masuk »

Petunjuk Baku

  • Seluruh komen terlebih dahulu ditelaah. Mohon tidak mengirim komentar lebih dari satu kali untuk menghindari diblok sebagai spam.
  • Harap hormati pengguna lain. Komentar yang tidak menunjukan tenggang rasa, menyinggung isu SARA, maupun dimaksudkan untuk menyerang pengguna lain akan ditolak.