Timur Tengah: Dukacita Atas Wafatnya Imam Agung Mesjid Al-Azhar

Mesjid Al-Azhar di Kairo – oleh Hossam all line di Flickr

Mohamed Sayed Tantawi, Syeh Agung mesjid Al-Azhar di Kairo, Mesir telah meninggal di usia 81 tahun. Berbagai macam tanggapan mengenai kematiannya di blog Timur Tengah bervariasi mulai dari rasa duka sampai nostalgia mengenai fatwa-fatwa kontroversial yang dikeluarkan oleh almarhum.

Tantawi, yang dianggap sebagai salah satu cendikiawan paling penting bagi kelompok Muslim Suni, meninggal karena serangan jantung ketika sedang mengunjungi Riyad, Arab Saudi saat ia menghadiri upacara pemberian-penghargaan. Anak lelakinya menguburnya di Arab Saudi di ِAl-Baqi’ – area pekuburan suci bagi umat Muslim.

Issandr El Amrani, seorang jurnalis Amerika yang tinggal di Kairo, dengan blognya The Arabist menulis sebuah artikel yang komprehensif:

Tantawi meninggalkan warisan: secara keseluruhan, kesan pertama yang ditangkap mungkin ia terlalu liberal dimata  kaum konservatif, terlalu konservatif dimata kaum liberal, terlalu patuh dengan rezim yang menginginkan al-Azhar yang independen, dan terlalu independen bagi rezim yang membutuhkan dukungan Azharit untuk membuat perubahan kebijakan isu-isu beragam seputar Palestina, perbankan dan program acara permainan TV. Citra global tokoh ini terkungkung, namun beliau mahir memerangi pertarungan  birokrasi dalam lingkungan dinas ulama yang mejadikan al Azhar ternama.

Issandr juga ingat beberapa momen amarah seputar Tantawi, seperti ketika ia berjabat tangan dengan presiden Israel, Shimon Peres di konferensi antar-agama yang disponsori oleh PBB di New York, dan dalam waktu lain ketika ia menyerang seorang gadis yang mengenakan niqab[ar] (catatan penerjemah: cadar yang dipakai hampir menutupi seluruh wajah, hanya memperlihatkan mata. Klik di sini [en] untuk keterangan lebih lanjut.) di dalam kelas.

Issandr menulis kesimpulan:

Ada kemungkinan Tantawi diingat karena kontroversi-kontroversi ini dan perseteruannya dengan para jurnalis — ia sering berteriak pada mereka dan dikatakan pernah memukul seorang jurnalis — sama halnya dengan kata-kata kasarnya yang sesekali dilemparkan. Ia meninggalkan al-Azhar yang belum direformasi — suatu institusi termasuk sistem universitas dan sekolah yang juga suatu pusat teologi — yang kredibilitasnya rusak. Mungkin karena Tantawi terlalu luwes terhadap rezim, atau karena pertumbuhan berbagai macam tren dalam Islam kontemporer yang menolak pemusatan/sentralitas al-Azhar. […] Siapapun yang menggantikannya — mungkin Mufti Agung (catatan penerjemah: tingkatan tertinggi di negara Islam Suni) Ali Gomaa, pelaku modernisasi lainnya — harus berusaha lebih keras dalam memperbaiki nama al-Azhar dan vitalitasnya sebagai tempat pembelajaran. Juga harus membuat keputusan politik yang sulit, terutama dalam isu penerusan kepresidenan, saat ini ulama mulai menyuarakan pendapatnya mengenai kepresidenan  Gamal Mubarak.

Seorang warga mesir yang bernama Zeinobia adalah yang kali pertama menyebutkan berita ini dalam blognya :

Kita telah banyak berseteru dengan almarhum Syeh tapi kita juga tak bisa menolak bahwa sudut pandang teologi yang ia kemukakan adalah pemikiran yang bagus.
Sudah pasti politik merusak almarhum Syeh namun itu tidak penting karena ia sekarang berada di tangan Tuhan…

Maysaloon, seorang ekspatriat Suriah yang beragama Islam yang sedang menempuh pendidikan di Inggris, juga menuliskan pendapatnya selagi berduka atas kematian Tantawi:

Saya baru saja mendengar kabar wafatnya Syeh al Azhar, Mohamad Sayid al Tantawi. Menurut saya ia seorang pria tua rapuh yang berada di posisi sulit, dan itulah yang membuatnya mengatakan hal-hal konyol tentang Palestina, atau menjabat tangan Peres. Menurut saya meskipun fokus publik tentang beberapa hal mengenai dirinya yang sedang dihebohkan, kita juga harus mengingat usahanya sebagai ketua universitas tertua kedua di dunia. Universitas yang lebih tua adalah al Qaraween di Fez, Maroko. Tugas dan tanggung jawab seorang pria di posisinya tidak akan pernah diterima dan sekarang cahaya Arab dan dunia Islam begitu redup, bahkan keberadaan institusi-institusi adalah suatu keberhasilan dan pemberontakan.

Banyak narablog lainnya yang berasal dari wilayah Timur Tengah dan Afrika Timur mengomentari berita seperti Banat Zayed dari Arab Saudi [Ar], Al Dorah dari Kuwait [Ar], Mohamed Siruhan seorang Muslim yang tinggal di Kepulauan Maladewa, Amal Akefy dari Yemen, Abdulsalam dari Suriah Mayada dan Loqmet Eash [Ar] dari Mesir.

Di Twitter, berita ini masuk ke dalam posisi teratas topik tren yang didiskusikan sepanjang pagi.

@Tafatefo :

ما تركه المفسر العالم الجليل د. محمد سيد طنطاوي من علم نافع أسأل الله أن يجزيه عنه خير الجزاء وأن يغفر له
Saya harap Tuhan membalas kebaikan Dr. Mohammed Tantawi atas ilmu pengetahuan Ilmiah yang ia tinggalkan.

@Ayyachomsky:

الشعب المصري شعب بيحترم الموت جدا ، أنا بحترم الشعب المصري .. صفحة على فيس بوك .. وداعا يا شيخ الأزهر http://bit.ly/bNDDJq
Orang Mesir sangat menghormati kematian. The Egyptians really respect death. I respect the Egyptian people. Here is a facebook page: Goodbye Tantawi. http://bit.ly/bNDDJq

@ahmedikhwan:

محدش واخد باله انه لحاد دلوقت الريس منعاش الفقيد ؟ غريبة رغم ان الحاجات ده المفروض جاهزة وبتنزل علي طول
Apakah seseorang menyadari sampai sekarang Presiden tidak berduka untuknya? Berita seperti ini selalu ditunda untuk diumumkan.

@BooDy:

أبوي زعلان على طنطاوي، الأزهر ده عامل زي المافيا يا جدعان. بينهم و بين بعض بيكرهوا طنطاوي لكن قدام الناس بيحبوه و دلوقتي زعلانين
Ayah saya amat berduka atas kematian Tantawi. Sepertinya Al Azhar sama seperti Mafia, mereka membenci Tantawi diam-diam tapi mencintainya di depan umum, dan sekarang mereka berduka.

Saya juga ingin menyimpulkan dua kalimat dari narablog Hamada, dari Mesir, menulis:

كان الدكتور طنطاوي، واحدًا من أجل علماء الأزهر وأغزرهم علمًا، لا سيما في علم التفسير.
لكن هناك من اعتبر بعض مواقفه السياسة ليست موفقة، وأنها طغت أكثر على الجانب العملي والعلمي في حياته.
Dr. Tantawi adalah salah seorang ulama Azhar yang terpenting dan paling berpengetahuan, terutama interpretasinya tentang Qur'an. Tapi beberapa orang menganggap keputusan politiknya tidak benar, dan bahwa keputusan politiknya ini menghalangi pandangannya secara praktis dan ilmiah terhadap hidupnya.
Terjemahan ke dalam bahasa Inggris dalam pos ini  terlaksana berkat kontribusiMohamed ElGohary.

Mulai Percakapan

Relawan, harap log masuk »

Petunjuk Baku

  • Seluruh komen terlebih dahulu ditelaah. Mohon tidak mengirim komentar lebih dari satu kali untuk menghindari diblok sebagai spam.
  • Harap hormati pengguna lain. Komentar yang tidak menunjukan tenggang rasa, menyinggung isu SARA, maupun dimaksudkan untuk menyerang pengguna lain akan ditolak.